Minggu, 24 Oktober 2010

"Relationship" - Refleksi Masa Remaja


 Review ditulis oleh Roseprincess


Kesan saya pertama kali buka draft bukunya Adyta Purbaya ini, adalah : saya merasa kembali ke masa remaja, berapa tahun lalu, ya? Wah sudah lama saya meninggalkan masa remaja ternyata, sampai lupa ...


Novel  Relationship karya Adyta Purbaya ini berkisah tentang dua remaja yang baru memasuki masa  kuliahnya, yaitu Rama dan Tisya. Mereka bersahabat, juga saling mencintai layaknya sepasang kekasih.  Tapi kemudian Rama suatu hari berstatus – relationship dengan Nindi. Tisya kecewa dengan sikap Rama, ia patah hati, tapi di akhir buku ini semua akan terungkap, mengapa Rama melakukan itu dan kepada siapa sebetulnya perasaan Rama tertuju sepenuhnya …




Jujur, membaca novel ini saya seperti bercermin, bahkan seperti menonton film masa lalu saya sendiri. Saya pernah mengalami apa yang tokoh utama rasakan. Baik di posisi Rama. Tisa, maupun Nindi. Saya pernah berpura-pura minta status  in relationship dengan teman SMA saya untuk membuat orang yang saya kagumi cemburu, seperti apa yang dilakukan Nindi. Saya juga pernah pacaran sembunyi-sembunyi tanpa status seperti hubungan Tisya dan Rama. Membaca novel ini saya seperti bernostalgia, dan mungkin akan banyak pembaca yang juga bernostalgia dengan masa remajanya ketika membaca novel ini.


Novel Relationship merupakan refleksi masa remaja, yang juga ditulis oleh remaja yang sangat suka melahap buku-buku untuk usia-nya. Sangat berbeda dengan saya yang sejak remaja sudah suka baca buku-buku sastra, filosofi, yang membuat masa remaja saya terkesan kaku bagi segelintir orang. Dyta dalam bukunya menunjukkan pada pembaca, inilah dunianya, dan ia ingin membagi dunia remajanya dalam buku perdananya ini.



Kata-kata favorit saya di buku ini justru kata-kata di awal buku :

Aku YAKIN, ada atau nggak ada aku,
nggak akan ada artinya buat kamu.
Kamu punya puluhan bahkan ratusan orang,
yang bisa jadi ―aku--buat kamu.
Sementara aku?
Aku hanya punya kamu.
dan memang hanya kamu yang aku butuhkan
Mohon tinggal lah dengan ku,
selama yang kamu mampu.

@dheaadyta


Jujur, itulah kata-kata yang ingin saya sampaikan untuk orang yang saya sayangi sekarang, meski usia saya sudah tidak bisa dikatakan remaja lagi. Dyta menuliskan perasaannya apa adanya, sebagaimana gadis seusianya.

Dan remaja bukannya tak bisa puitis, lagi-lagi Dyta menyentuh pembaca dalam kata-kata ini :
Ketidakwarasan padaku membuat bayangmu selalu ada, menentramkan malamku mendamaikan seluruh tidurku.. Ketidakwarasan padaku, membuat hidupku lebih tenang, aku takkan sadari bahwa kau tak lagi di sini

Ketidakwarasan padaku membuat bayangmu selalu ada, menentramkan malamku mendamaikan seluruh tidurku.. Ketidakwarasan padaku, membuat hidupku lebih tenang, aku takkan sadari bahwa kau tak lagi di sini

Plus lagu-lagu yang dipilih Dyta untuk melengkapi ekspresi para tokohnya juga tepat :
Karena aku selalu pasti
mengagumi lewat hati
disetiap jengkal indahnya
disetiap jengkal buruknya

karena aku selalu pasti
mengikuti lewat mimpi
disetiap sudut terangnya
disetiap sudut gelapnya

Lalu Dyta melengkapinya dengan kata-katanya sendiri :

tanpa sadar setitik air mata membasahi sudut matanya. Rama menangis. Untuk perasaan hati yang telah dia korbankan. Untuk seseorang yang Rama tau dengan pasti telah sangat terluka karena semua kejadian ini. Rama melupakan fakta bahwa dia adalah cowok, dan cowok pantang menangis.


Ya ya ya, saya paling suka ada adegan cowok menangis dalam novel, dan Dyta berhasil menulisnya dengan baik.

Jujur saya tidak suka baca teenlit, tapi setelah membaca novel Relationship karya Dyta ini, saya jadi ingin banyak-banyak baca teenlit supaya hidup saya sedikit “berwarna”. Dyta berhasil membuat saya kembali ke masa remaja saya, yang – seharusnya – berwarna seperti karakter Tisya dalam novel ini.


Dyta pernah bilang pada saya, dia ingin seperti saya yang bisa menulis seperti karya-karya saya di buku “LUKA”. Saya katakan padanya bahwa setiap orang punya keahlian masing-masing, termasuk dalam hal menulis. Masing-masing penulis punya genre-nya masing-masing, dan biasanya apa yang kita tulis adalah refleksi dari apa yang kita baca. Menurut pengakuan Dyta, ia senang membaca novel-novel teenlit, maka wajar jika ia suka juga menulis novel teenlit. Memang tak ada salahnya membaca buku dengan berbagai genre kemudian mencoba menuliskannya, tapi saran saya untuk Dyta adalah, fokuskan dulu penulisan di novel teenlit, jika memang itu yang disukai dan dikuasainya saat ini. Tidak sedikit penulis teenlit yang bukunya termasuk dalam kategori best seller, bahkan sampai di film-kan. Siapa tahu Dyta juga bisa menjadi salah satu penulis yang seperti itu. Mengapa tidak?


Teruslah menulis, sahabatku … mari kita sama-sama belajar menulis … seperti tag line acara kita bersama nulisbuku : ini bukan untuk aku, kamu, atau mereka, tapi ini untuk kita, Indonesia …

Tidak ada komentar:

Posting Komentar