Minggu, 21 November 2010

Kepingan Memori yang Luar Biasa

Review buku "Yang Tersisa Dari Setahun Itu" karya Emiralda Novrianti
oleh Hilda Nurina


Begitu baca buku ini, saya benar-benar envy dengan mbak Emi. Soalnya, saya juga sangat suka backpacking dan travelling. Saya suka menjelajah tempat-tempat baru. Saya juga punya impian melakukan Euro Trip. Makanya, saya excited banget membaca karya mbak Emi ini.

Mbak Emi benar-benar detail menceritakan perjalanannya. Ditulis per bagian, sesuai dengan pelajaran yang dapat diambil. Banyak sekali informasi yang bisa saya ambil dari buku Yang Tersisa dari Setahun Itu.

Dengan hanya membaca buku mbak Emi, saya seolah diajak ikut travelling ke 17 negara dan 56 kota tersebut *ehm, kalau suatu saat diajak travelling beneran, juga boleh lho mbak, hehehe*

Contoh penggalan yang bikin saya ngiler:

Piknik di pinggir danau. Duduk membaca di taman. Jalan-jalan ke air terjun. Hiking (bukan naik gunung, loh yaaa.. unfortunately I'm not that sporty ;)) Main sepeda. Pergi ke pasar Sabtu pagi (saking tinggal di dusun, pasar aja cuma ada dua kali seminggu) with fresh smells of warm breads, cookies and cheese – yumm ! Barbeque rame-rame. Mengunjungi kakek dan nenek saya dan ngobrol seharian disana. Nonton festival balon udara. Nonton festival musik jalanan. Nonton pesta kembang api. Ke kastil dan museum. Duduk nungguin sunset sambil makan es krim di tepi danau waktu summer. Daydreaming di depan jendela dengan segelas coklat panas ngeliat salju turun selapis demi selapis waktu winter.

Huaaa... betapa inginnya saya melakukan itu semua.

Kemudian, Cerita Kedua – Apa Sih Artinya Gegar Budaya membuka mata saya bahwa ternyata orang-orang bule disana itu sangat toleran dan sangat menghargai pilihan-pilihan tiap individu. Saya jadi tersentuh membaca bagaimana mereka mengingatkan mbak Emi untuk beribadah dan sebagainya. Saya suka kata-katanya mbak Emi:

“I just think that perhaps, we, the Easterners, need to learn from the Westerners on this. I seriously do, not because of East or West, but simply because we’re all human.”


Kemudian, di Cerita Tiga – Serenity in Solitude, saya juga bisa merasakan nikmatnya pergi sendirian. Iya, saya juga seorang extrovert yang terkadang bisa juga sangat menikmati jalan-jalan sendirian. Terutama sewaktu dulu saya stress masalah pekerjaan. Dalam jalan-jalan sendiri itulah, saya bisa merenung dan instropeksi diri, hehehe.

Dan tak hanya menceritakan yang hepi-hepi saja, mbak Emi juga menceritakan duka selama perjalanannya ini. Kemudian, mbak Emi juga mengingatkan bahwa tak ada yang tak berakhir. Seseru apapun perjalanan atau liburan, suatu saat juga akan berakhir.

Kerennya, mbak Emi bahkan menyelipkan a very short kind-of-spoiler note tentang perjalanannya ke Eropa Spring 2010. Yang artinya, mbak Emi sudah menyiapkan buku kedua. Wah, keren!

So, buat yang pengin travelling ke berbagai negara tapi belum punya kesempatan kesana, baca aja dulu kepingan memori milik mbak Emi ini. Dengan hanya duduk manis dan membaca buku ini, kalian bakal diajak travelling ke 17 negara dan 56 Kota oleh mbak Emi ^^

Saya tunggu buku keduanya yaa mbak! ^^ Nggak sabar buat baca kisah Yang (Benar-Benar) Tersisa Dari Setahun Itu. Semoga suatu saat saya bisa seperti mbak Emi, menjelajah 17 negara dan 56 kota, kemudian menceritakan kisah perjalanan tersebut. Amin. :)
(hil)

Pelangi yang Warnai Langit Hati

Review buku Warna Dari Pelangi karya Karina Sacharissa
oleh Hilda Nurina


Bukankah pelangi muncul karena biasan
cahaya matahari saat hujan turun?


Saya langsung jatuh hati pada tagline yang dibuat oleh Icha. Tagline itu sangat bagus, cha :) Membaca judul dan tagline itu membuat saya teringat pada mantan saya yang saya beri julukan “Pelangi.” Hihihi. Saya suka sekali dengan pelangi. Karena pelangi menyinari dan mewarnai kita, setelah hujan turun. Mantan saya dulu itu menyinari hidup saya seperti pelangi, makanya dulu sejak jaman PDKT pun saya sudah memberi dia sebutan Pelangi.

Karena penasaran dengan tagline itu pula lah, saya langsung membaca habis novel Icha begitu pertama membuka draft-nya. Hehe. Dan ternyata novel Icha memang sebagus tagline-nya. Oke, mungkin memang ada hal-hal yang rancu seperti penyebutan nama Kla dan Pelangi (yang akhirnya sudah kamu edit kan say? hehe), tapi secara keseluruhan novel ini sangat mengalir dan membuat kita terhanyut dalam kisahnya.

Novel ini dibuka dengan prolog yang menceritakan tentang pengalaman traumatis sang tokoh utama, yaitu Kla alias Pelangi. Kemudian, barulah cerita masuk ke dalam bab satu, dua, dan seterusnya.

Saya suka cara Icha membangun karakter, masalah, dan penyelesaian dalam novel ini. Saya bahkan suka endingnya, yang sengaja dibuat sedih, tapi kemudian berlanjut ke epilog. Saya suka cara Icha meramu prolog dan epilog yang terasa pas dibaca. Icha membangun karakter Kla dan Azhel dengan baik. Alasan-alasan mengapa Azel murung, lalu saat terungkap trauma Kla yang biasanya selalu ceria.

Ada kejadian-kejadian yang saya (dan mungkin kalian semua) merasa pernah mengalaminya. Seperti ketika Kla sadar siapa yang dia cintai, antara Gian dan Az. Iya, kadang hal-hal kecil yang dilakukan oleh orang yang kita cintai terasa begitu berarti, membuat jantung berdebar tak karuan :p
Yang saya suka dari novel ini, Icha menyelipkan kata-kata yang mampunyai pesan moral.

“Kamu tahu, pelangi itu sangat indah tapi dia tidak pernah sadar bahwa dia indah. Semua orang takjub melihatnya tapi dia tak pernah merasa sombong. Dia mewarnai langit tanpa pamrih, tanpa niat apapun dibaliknya. Pelangi hanya ingin mewarnai langit. Itu saja. Kamu juga harus begitu. Apapun yang kamu lakukan jangan berharap mendapat imbalan!”

dan juga

“Bukankah pelangi muncul karena biasan cahaya matahari setelah hujan turun? Ini hanya proses untuk menjadikanmu lebih dewasa. Menjadi lebih kuat, Sayang!”

Menurut saya, novel yang baik adalah yang bisa menghasilkan suatu pelajaran bagi pembacanya. Dan novel Icha yang bergenre teenlit ini mampu memberikan pelajaran bagi saya untuk bisa menjadi lebih kuat dalam menghadapi masalah dan mampu menyinari orang lain tanpa pamrih, seperti Pelangi.

Jadi, bisa dibilang novel ini seperti pelangi, yang mewarnai langit hati saya.

Good job, Icha! :)
(hil)

Kisah Manis Tentang Arti Sebuah Status

Review buku Relationship karya Adyta Purbaya
oleh Hilda Nurina


Akhirnya, setelah himpitan tugas bejibun dan derita UTS (nasib mahasiswa), saya bisa melunasi hutang review buku-buku milik #99writers. Padahal draft novel Dyta ini adalah draft pertama yang datang ke email saya. Maaf ya say, baru sempat menuliskan review-nya sekarang, hehehe.

Novel Relationship milik Dyta ini bergenre sama dengan kumpulan cerpen saya. Genre romantis. Jujur saja, membaca novel Dyta yang mengalir ini mampu membuat saya pikiran saya jadi refresh (apalagi saya membacanya setelah ujian :p).

Dyta membuka novelnya dengan kata-kata yang sangat saya suka (iya, saya ini penggila quotes) :

Aku YAKIN, ada atau nggak ada aku,
nggak akan ada artinya buat kamu.
Kamu punya puluhan bahkan ratusan orang,
yang bisa jadi ―aku buat kamu.
Sementara aku?
Aku hanya punya kamu.
dan memang hanya kamu yang aku butuhkan
Mohon tinggal lah dengan ku,
selama yang kamu mampu.
@dheaadyta


Novel ini menceritakan tentang Tisya dan Rama yang bersahabat sangat dekat dari kecil. Mereka tak hanya bersahabat, tapi juga saling mencintai. Namun, suatu hari tiba-tiba Tisya mendapati Rama yang memasang status In a Relationship dengan Nindi – gadis yang menyukai Rama – di jejaring sosial Facebook.

Jelas saja Tisya gempar, merasa dunia runtuh, dan kacau balau. Namun, ternyata dibalik itu, Rama punya alasan khusus mengapa ia memasang status dengan Nindi. Penasaran kenapa? Silahkan baca sendiri kisah selengkapnya di novel perdana karya Dyta ini ;)

Dyta meramu kisah antara Rama-Tisya-Nindi dengan sangat manis dan membuat saya tersenyum-senyum sendiri. Soalnya, kisahnya familiar dengan yang terjadi di sekitar kita. Persahabatan dari kecil yang menjadi cinta. Masalah status. Rasa takut akan kehilangan orang yang terdekat. Itu semua pernah kita rasakan kan?

Ketika membaca adegan Tisya yang menyadari bahwa dia sangat takut kehilangan Rama membuat saya teringat akan quotes, “We never know what we’ve got till its gone.” Kita memang baru bakal merasa kehilangan, ketika orang itu jauh dari kita. Ya kan?

Yang saya suka, Dyta mampu menggambarkan dengan detail bagaimana sedihnya Tisya tanpa Rama, bagaimana takutnya Tisya akan kehilangan orang yang paling berharga baginya di dunia itu.

Dita menggambarkan semua kejadian dengan gaya khas remaja sehari-hari. Adegan posting-posting di Twitter membuat saya jadi teringat posting-posting saya dan teman-teman saya di Twitter. Hahaha. Jadi, kisah ini berasa benar-benar dekat dengan para remaja.

Di akhir, Dyta menutup novelnya ini dengan manis pula. Oh iya, saya juga suka quotes di bab akhir:

“Andai jodoh benar akan menemukan kita dengan orang yang tepat.. Maka aku akan selalu berharap, kamu lah jodoh itu.”

Well, good job, Dyta! Ayo terus berkarya say! Ditunggu novel-novel selanjutnya ya. Apalagi kayaknya udah ada bahan tuh (baca: kisah romantis dengan #tetangga). Hihihi. Selamat berkarya! (hil)

Rabu, 17 November 2010

‘RELATIONSHIP’ By Adyta Purbaya

Review oleh Karina Sacharissa



Finally, reviewnya kelar juga…
Nah, sebelumnya saya mau minta maaf kepada si pemilik buku, udah lamaaa banget saya dikirimin draftnya, bacanya juga udah lama selesai, tapi  baru bikin reviewnya sekarang… Maaf ya say, saya sedang sok sibuk akhir-akhir ini soalnya :">
Dari semua draft yang dikirim ke saya, hanya Dyta yang segenre dengan saya –teenlit—jadi saya lumayan excited membacanya. Buku teman-teman lain yang rata-rata berupa kumpulan cerpen :>
RELATIONSHIP ini berkisah tentang Rama dan Tisya yang sudah sangat akrab sejak kecil. Dimana ada Tisya disitu pasti ada Rama. Keakraban itu akhirnya menimbulkan pertanyaan dari sahabat-sahabat mereka apakah mereka sebenarnya berpacaran atau tidak? tapi Rama dan Tisya selalu memberikan jawaban yang kompak ‘kita teman doang kok!’.
Lalu datang Nindi, gadis berjilbab yang juga menyukai Rama. Entah bagaimana caranya, Nindi dan Rama bisa menjalin relationship di facebook dan membuat Tisya sangat, sangat, sangat sakit hati.  
‘Serasa gempa bumi berskala besar melanda diri Tisya. Air mata menetes perlahan dengan sendirinya tanpa bisa di tahan.’
Saya bisa merasakan bagaimana kesedihan mendalam yang dirasakan Tisya. Saya juga jadi ikut-ikutan jengkel pada tokoh Nindi itu. Dyta menggambarkannya dengan sangat baik! Apalagi Nindi dan sahabatnya juga sering meneror Tisya agar Tisya tidak dekat-dekat Rama lagi karena mereka sudah berpacaran. Benarkah? Ayo, baca kisahnya sendiri, tidak seru jika saya harus menceritakannya.
Saya suka sekali dengan pembukanya, izin copas ya ;)
Aku YAKIN, ada atau nggak ada aku,

nggak akan ada artinya buat kamu.

Kamu punya puluhan bahkan ratusan orang,

yang bisa jadi ‘’aku’’ buat kamu.

Sementara aku?

Aku hanya punya kamu.

dan memang hanya kamu yang aku butuhkan

Mohon tinggal lah dengan ku,

selama yang kamu mampu.

@dheaadyta

Relationship adalah kisah tentang persahabatan, cinta, dan ujian bagi hati, disini Dyta mengemasnya dalam tulisan yang amat manis. Hati memang kadang di uji, tapi hati tahu akan kemana melangkah, dan akhirnya menetapkan pilihan pada yang paling tepat.
Tidak semua perasaan dan hubungan juga harus di publish, harus diobral kepada orang banyak. Ada kalanya kita ingin hubungan itu hanya milik kita berdua saja. Milik hati kita.
Dan terakhir, untuk Dyta, tetap berkarya ya  :) :)


Selasa, 16 November 2010

Jangan "LUKA" Lagi!

Review buku LUKA karya Tenni Purwanti, oleh Vira Cla
Membaca sekumpulan cerita pendek karya Tenni Purwanti telah membuka mata saya tentang arti sebuah luka. Luka yang bisa timbul karena apa saja. Bervariasi tema diangkat oleh Tenni, panggilan penulis, ke dalam kesebelas cerpennya. Sebuah pembuka yang mengentak tentang Luka, gambaran umum dari semua kisah, 
"Luka itu ada bukan karena cinta. Aku hanya salah menjatuhkan hati. Salah melabuhkan rindu yang menggebu."
Diawali dengan cerpen berjudul LUKA, tentang seseorang yang berganti nama menjadi Luka semenjak ia mengalami luka dalam hidupnya. Namun, ia memilih untuk bangkit dengan berbakti pada sebuah kampung di pedalaman Papua. Serombongan wartawan yang hendak menjelajah puncak Jayawijaya kemudian bertemu dengan Luka dan terjadilah sedikit friksi di antara mereka. Namun, muncul rasa penasaran dari salah seorang wartawan terhadap Luka yang tampak misterius. Lalu, siapakah Luka sebenarnya?

Selanjutnya yang cukup menggelitik saya adalah cerita tentang TIKUS. Ada tikus bisa ngomong? Ya, Tenni berhasil menuturkan kisah tentang seekor tikus rumahan. Tikus yang seolah-olah mencurahkan isi hatinya tanpa meninggalkan plot cerita yang terus berkesinambungan. Tikus yang akhirnya mengalami luka yang begitu pedih karena perlakuan manusia yang dicap tikus. Namun, tikus tetaplah tikus yang hanya bisa pasrah,
"Ah, kini aku harus menebus perbuatanku dengan nyawa, padahal aku hanya... lapar..."
demikianlah tutur si tikus. Tenni tak hanya mencoba berkisah ataupun sekedar mendongengkan ceritanya. Jika membaca dengan seksama, banyak sekali kritik sosial yang tersirat dari tiap cerpen dalam buku LUKA ini. Seperti pada cerpen TIKUS, penulis tampaknya mencoba mengkritisi tentang korupsi yang merajalela di negeri ini. Lalu, dalam cerpen MALAIKAT JALANAN, digambarkan bagaimana protes seorang anak jalanan terhadap kehidupan. Protes dengan cara menculik anak-anak orang kaya dan memberi pelajaran pada mereka. Anak jalanan yang digambarkan cerdas sehingga akhirnya bisa keluar dari belenggu nasib jalanan. 

Cerpen lainnya juga berhasil menggambarkan luka yang dialami baik oleh seorang sahabat yang kehilangan sahabatnya yang bunuh diri, seorang nenek yang menunggu ajal tanpa selalu ditemani anak cucu, seorang adik yang kehilangan kakak, seorang pencinta yang patah hati, dan siapa saja bisa mengalami luka. Namun, bagaimana tiap luka itu bisa terobati dan menjadi pelajaran kehidupan. Banyak sekali kritik atau boleh dibilang pesan moral yang bisa kita serap setelah membaca cerpen-cerpen dari Tenni. Ada pembelajaran bagi pembaca untuk tidak mengalami LUKA yang sama.

Selain itu, Tenni sepertinya menyukai akhir cerita yang bikin penasaran. Tentu saja hal itu sah-sah saja. Namun, dari beberapa cerita yang saya baca, seolah-olah Tenni sengaja menggantung cerita sehingga saya kurang begitu dapat menangkap pesan cerita, seperti dalam cerpen KALUNG. Sebuah perpisahan, sebuah janji, tapi pada akhirnya.. ah, coba baca sendiri. Mungkin saya saja yang kurang bisa memahami. Tapi, itulah menariknya cerpen-cerpen yang ditulis Tenni. Akhir cerita dibuat sedemikian rupa hingga kadang sebagai pembaca pun kita diberi pilihan untuk menafsirkan ceritanya dengan bebas. Seperti dalam cerpen TOTTEMO DAISUKI (saya nggak tau ini artinya apa?! hehehe). Memang demikianlah seharusnya sebuah cerita dituliskan, penulis tak lagi berhak menjelaskan apa pun kepada pembaca. Cukup pembaca saja yang secara bebas memahami dan menafsirkan isi cerita itu.

Well, Tenni, you're great! Lanjutkanlah menuliskan ceritamu! Pokoknya, terus berkarya!


Senin, 15 November 2010

Lajang Jalang “Merangsang” Saya

 review oleh rosepr1ncess


Lajang Jalang karya Vira Cla, berhasil “merangsang” kreatifitas saya kembali. Apa pasal? Karena ternyata saya menemukan penulis dari #99writers yang menyukai sastra “selangkangan”. Saya dan Vira, yang sama-sama berusia 24 tahun, ternyata gemar pada cerita “selangkangan” tanpa diketahui oleh orang tua. Bedanya, saya baru sampai tahap gemar membaca karya-karya seperti ini, sedangkan Vira sudah berani menuliskannya. Ia tak takut image-nya yang seorang perempuan berjilbab ternodai karena menuliskan cerita-cerita yang sangat “dewasa”dalam hal isi dan cara berturur. Inilah kebebasan berkespresi, kebebasan berkarya yang belum bisa saya lakukan, meski sangat ingin saya lakukan sejak saya menggemari karya-karya besar seperti milik Ayu Utami dan Djenar Maesa Ayu. 


Membaca karya Vira, dahaga saya akan karya-karya seperti milik penulis idola saya tersebut pun terpuaskan. Saya tak menyangka ada penulis #99writers yang bisa menulis seperti ini. Sungguh luar biasa, Vira. Saya sangat mengagumi karyamu. Dan suatu hari saya akan mencoba untuk menuliskannya juga, karena ide saya tentang kisah “selangkangan” sebenarnya lebih banyak dan lebih “gila” tapi jujur sampai sekarang saya belum berani menulisnya. Membaca karyamu, saya jadi tertantang untuk berani menuliskan apa-apa yang selama ini tersimpan rapat dalam otak saya. Saya tak akan peduli lagi image apa yang nantinya melekat pada diri saya. Karena karya dan diri saya pribadi memang seharusnya menjadi dua hal yang berdiri sendiri meski saling berkaitan, seperti kamu yang berjilbab dengan karyamu yang sangat “jalang”. Sekali lagi, ini luar biasa, Vira…


Yang Tersisa Dari Setahun Itu : Catatan Mengagumkan Dari Seseorang yang Mengaku Tak Bisa Menulis

 review oleh rosepr1ncess


Saya sering sekali membaca pengakuan mba Emi di twitter, bahwa ia tak bisa menulis, apalagi menulis Fiksi. Bahkan di dalam buku perdananya pun, mba Emi mengulang-ulang pernyataan yang menyatakan bahwa dirinya tak pandai menulis. Pada kenyataannya, buku pedananya “Yang Tersisa Dari Setahun Itu” menggoreskan kisah-kisah yang mengalir halus dan tertata rapi. Tak perlu berbicara jam terbang menulis disini, karena tulisan mba Emi sudah berkata dengan sendirinya, bahwa ia, sang penulis, bisa menulis, dengan gaya bertuturnya sendiri, tanpa butuh jam terbang tinggi sebagai seorang penulis.


Dalam dunia jurnalistik, tulisan mba Emi bisa dimasukkan dalam kategori Feature. Contoh Feature yang paling nyata dalam dunia jurnalistik televisi adalah program “Jejak Petualang”. Pihak stasiun televisi tersebut mungkin menang di video-video yang menyajikan pemandangan alam yang dijelajahi oleh host, tapi mba Emi bisa menang di penyusunan kata-kata. Bahkan tanpa foto pun, pembaca buku ini akan bisa membayangkan seperti apa kehidupan yang dijalani mba Emi di luar negeri.

Rahasia Ruwi Bikin “Penasaran”

 review oleh rosepr1ncess


Yap, saya baru tahu kalau novel metro pop juga bisa bikin nangis. Selama ini saya jarang baca novel metro pop karena kebanyakan isinya menjual mimpi, temanya membosankan, dan jauh dari kehidupan sehari-hari. Tapi membaca Rahasia Ruwi karya Saidah Irham, saya tahu bahwa ada penulis metro pop yang bisa menyentuh rasa terdalam saya, terutama soal masa lalu.


Rahasia Ruwi berkisah tentang Ruwi Ananta, seorang gadis yang memiliki karir cemerlang dan memilki seorang  adik laki-laki yang sangat menyayanginya. Hidupnya yang tenang bersama adik laki-laki satu-satunya itu, kemudian mulai terusik sejak dia bertemu Diandra Santoso (Andra). Laki-laki pewaris kekayaan perusahaan keluarga yang terkenal di Indonesia itu ternyata kurang memiliki hubungan yang baik dengan keluarganya, terutama dengan kakaknya sendiri. Andra menemukan kehangatan keluarga ketika menyelami kehidupan Ruwi dan adiknya.

Zulazula yang Berkicau Dalam Bukunya

review oleh rosepr1ncess


Tak pernah terpikirkan bagi saya bahwa cerpen dan prosa bisa berdampingan dan saling melengkapi satu sama lain dengan begitu indahnya seperti dalam buku Aku Berkicau. Ketika menyusun buku LUKA saya sempat ingin mengkolaborasikan antara puisi dan cerpen, tapi niat itu urung karena tak ada satupun puisi saya yang berkaitan dengan cerpen-cerpen saya, sehingga saya berpikir untuk memisahkan keduanya menjadi kumpulan cerpen dan kumpulan puisi, dalam dua buku yang berbeda. Nuzula Fildzah atau yang biasa kita kenal dengan Zulazula berhasil “mengawinkan” prosa dan  cerpen, menjadi satu kesatuan yang bisa dinikmati secara terpisah maupun berdampingan.


Buku Aku Berkicau terdiri dari 8 cerpen dengan masing-masing memiliki prosa sebagai pembukanya – atau pengantar – atau mungkin Zulazula punya istilah sendiri? Tema yang diangkat dalam masing-masing cerpennya beragam, yang tentu saja tak lepas dari benang merah Cinta, baik antar sepasang kekasih, antara ayah dan sang anak, bahkan ada kisah tentang buku diary yang menyayangi si empunya dan taman bunga yang juga berkeluh kesah tentang minimnya perhatian keluarga yang hidup bersamanya. Zulazula benar-benar berkicau dalam bukunya, tapi memang kicauannya lebih vokal terasa dalam prosanya. Seperti seolah-seolah sedang memberi petuah kepada pembaca, sedangkan cerpennya, murni kicauan tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya. 

Cerita Tentang Cinta – Hilda Bika, Benar Menuturkan Tentang Cinta

 review oleh rosepr1ncess


Membaca judul bukunya saja, pembaca pasti bisa menebak bahwa isi buku ini tentang Cinta. Meskipun tak melulu tentang cinta sepasang kekasih, tema sentral Cinta memang mendominasi. 


Ada poin-poin yang ingin saya bahas dalam review kali ini, dimulai dari Cerpen Pertama “Untukmu Luar Biasa” yang mengisahkan tentang persahabatan sederhana dari seorang gadis bernama Tatia dengan …hmm…baru di paragraf akhir cerita semua terungkap, bahwa yang bernama Rey adalah Seekor Anjing. Pemilihan ending cerita yang lucu dan mengejutkan tetapi mungkin Hilda lupa bahwa di halaman 10 ada kata-kata “kami tumbuh dan besar bersama sebagai seorang sahabat” (kata-kata ini rancu apabila Rey yang dimaksud ternyata seekor Anjing).  Lain kali lebih teliti lagi ya Hilda, kalau memang mau bercerita tentang binatang, ya fokuslah dengan itu. Mungkin kata seorang itu bisa diganti dengan sepasang sahabat? Atau hanya sebagai sahabat saja sudah cukup menggambarkan bahwa mereka bersahabat sejak kecil.